Sejarah Desa

Sejarah Desa

Asal-usul dan sejarah Desa Wolutengah yang mana pada zaman dahulu ada seorang anak keturuan dari Adipati Wilwatikta yang bernama Raden Said atau Sunan KalijogoRaden Said ini berguru kepada Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan ikut Sunan Bonang ke Demak yang di sana bediri kerajaan islam pertama di Pulau Jawa yakni Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Fatah.

 

Pada saat membangun masjid di Demak ini kekurangan dua tiang yang mana akhirnya Sunan Kalijaga mengusulkan agar mengambil kayu di daerah Tuban yang mana kemudian beliau mengutus 8 orang dan 1 orang pemimpin. Sunan Kalijogo menyuruh untuk mengambil kayu jati yang berada di daerah Tuban.

 

Kemudian berlayar dari Demak sampai pesisir Tuban yang mana perahu disandarkan di persisir Bancar. Alasan tidak disandarkan di pesisir Tuban supaya tidak ketahuan oleh Adipati Wilwatikta yang merupakan ayah dari Sunan Kalijogo yang pada saat itu ada sebuah perselisihan antara Sunan Kalijogo dan ayahnya yakni Adipati Wilwatikta.

Sesudah Perahu disandarkan di Bancar utusan dari Sunan Kalijogo itupun berjalan kaki sampai Kecamatan Merakurak di daerah Koro yang mana di sebelah timur Koro terdapat sebuah hutan yang memiliki pohon jati besar – besar yang hutannya bernama Jati Gembol.

 

“Setelah mendapat kayu dari Koro, masing-masing satu batang kayu tersebut diangkat oleh delapan orang dengan perjalanan ke arah barat melalui desa – desa kecil sampailah di suatu wilayah sebelah barat Kecamatan Kerek, sekitar 7 kilo dari Kecamatan Kerek. Disitu salah satu batang kayu yang dipikul, talinya putus ditengah dan orang-orang yang memikul berhenti untuk menata ulang tali yang putus di wilayah tersebut serta menetap beberapa saat. Dengan kejadian itu maka oleh Sunan Kalijogo wilayah tersebut diberi nama Wolutengah, karena kayu gotong WOLU (Delapan/delapan orang) putus yang tengah

 

Setelah itu berhentilah di situ beberapa hari dan disitu pada waktu itu musim kemarau tidak ada air. Ada salah satu tempat bekas kubangan air, tapi sudah kering dibuatlah sumur disitu sebanyak 7 sumur di tengah – tengah telaga tadi. Dan di situ ada seseorang yang menunggui di sekitar telaga tadi yang namanya Mbah Prenjak (yang memberitahu suruhan dari Sunan Kalijogo tadi untuk membuat sumur ditelaga) akhirnya telaga itu diberi nama Telaga Buyut Prenjak.

 

Setelah beristirahat dan memperbaiki kayu yang akan diangkat itu kemudian diangkatnya lagi kayu itu oleh 8 orang dan berjalanan ke Barat Daya sampai pesisir Bancar yang terletak di bawah Jembatan Gadonan. Adapaun Gadonan sendiri diambil dari cerita yang mana pada saat sampai disitu sudah lapar tetapi tidak ada nasi untuk dimakan akhirnya mencari ikan dan dibakar tanpa nasi. Dimakan ikannya saja yang mana orang Jawa menyebutkan Gado, yang mana setelah itu kayunya diangkat dan dibawa ke Demak untuk dijadikan tiang Masjid Demak.

 

Di sisi lain, Desa Wolutengah memiliki sebuah petilasan dari Mbah Prenjak dan juga memiliki 7 sumur yang ada di telaga Buyut Prenjak dan juga ada Sumur Mbah Denok yang biasanya diadakan sebuah tradisi setiap Bulan Syawal setelah panen dan harinya yang paling sering dipakai yakni hari Senin Pahing dengan mengadakan Tradisi sedekah bumi atau manganan dan juga tayuban.